Log in to access resources reserved for MDRT members.

Sep 10 2019

READ 00:06:56

#selfcare: Lebih dari sekadar tagar

Kadang, menjadi penasihat keuangan itu sulit dan menguras emosi.

BELAKANGAN INI di situs medsos mana pun, Anda pasti akan melihat post yang dibubuhi tagar #selfcare. Walaupun kerap dikaitkan dengan kegiatan memanjakan seperti pijat refleksi atau kuliner lezat, tagar populer self-care lebih dari sekadar kegiatan yang instagramable. Dan bagi penasihat keuangan, self-care adalah komponen penting kesehatan jiwa dalam profesi yang sarat akan tekanan, rentan kelelahan, dan bahkan bisa memicu depresi.

Memang, tiap pekerjaan punya tantangannya sendiri. Namun, riset menunjukkan bahwa penasihat keuangan melaporkan tingkat stres yang jauh lebih tinggi dari kaum profesional di bidang lainnya. Sebuah studi oleh FlexShares Exchange Traded Funds pada Oktober 2018, “Insights Into Advisor Wellness”, menemukan bahwa, di Amerika Serikat, para penasihat keuangan yang disurvei melaporkan tingkat stres rata-rata yang 23,3% lebih tinggi dari standar stres skala nasional. Perbedaan besar ini bisa dikaitkan dengan sejumlah faktor; survei tersebut menemukan bahwa akuisisi nasabah adalah penyebab utama stres, diikuti tuntutan terkait regulasi dan kepatuhan.

Kadang, menjadi penasihat keuangan itu sulit dan menguras emosi. Saatnya menimbang cara untuk menanganinya.

Jenny Brown, CFP, FChFP, anggota MDRT 11 tahun dari Melbourne, Victoria, Australia, melihat bukti dari temuan tersebut di negaranya. Penasihat keuangan di Australia memang sudah mulai bisa beradaptasi dengan perubahan regulasi ketat yang berlaku di negara itu, tetapi aturan syarat pendidikan yang baru kini mulai “memakan korban”.

“Ini tekanan berat bagi banyak profesional keuangan, khususnya agen asuransi berbasis risiko yang memang belum banyak mengambil studi akademis,” kata Brown. “Saya melihat tanda-tanda gusar dan cemas.

Sifat pekerjaan para penasihat keuangan — membantu nasabah mengambil keputusan, mengelola risiko sakit dan kematian, menyusun rencana untuk masa depan orang tercinta — juga dapat berdampak kuat pada kesehatan batin mereka.

“Dalam jasa keuangan, empati itu hakiki, tapi itu juga berarti pergolakan emosi,” kata Dean Gareth Hobbs, anggota MDRT 14 tahun dari Oxfordshire, Inggris. “Ada nasabah yang bukan sekadar nasabah. Hubungannya jauh lebih erat dari itu.”

Hobbs mendapati bahwa terjalinnya hubungan seerat ini bisa memicu kesedihan mendalam bagi penasihat keuangan saat nasabahnya didiagnosis mengidap penyakit kritis atau meninggal dunia, meninggalkan keluarga yang berduka cita. Studi FlexShares menegaskan pengalamannya; salah satu temuan mereka menyebutkan bahwa makin kuat ikatan emosi dengan nasabah, makin tinggi risikonya pada kesehatan jiwa si penasihat.

“Saya rasa semua kematian nasabah pasti berdampak pada kesehatan jiwa Anda,” kata Hobbs. “Barang tentu, di samping komitmen kerja lain dan tekanan hidup sehari-hari, mendengar kabar duka mesti ada dampaknya. Jujur, saya pun pernah menangis saat bertemu dan berbincang dengan nasabah yang baru ditimpa kemalangan.”

Demikian pula, Cindy Huang Meiping, AFP, takkan pernah melupakan salah seorang nasabahnya, pria berusia 37 tahun yang tewas dalam kecelakaan saat menyelam. Tragisnya lagi, dia meninggalkan seorang istri yang tengah mengandung dan seorang anak yang masih kecil.

Dalam jasa keuangan, empati itu hakiki, tapi itu juga berarti pergolakan emosi.
— Dean Hobbs

“Saya terguncang, bingung harus bagaimana,” kata Meiping, anggota MDRT 12 tahun dari Singapura. “Tapi saya tahu saya harus mampu menguatkan istri dan keluarganya.”

Perlunya ketenangan dan keterandalan demi nasabah yang tengah dirundung situasi sulit adalah alasan mengapa self-care begitu penting. Alden Cass, seorang psikolog di New York yang berspesialisasi melayani penasihat keuangan, menyamakan pekerjaannya dengan hal yang dilakukan penasihat bagi nasabah mereka.

“Tugas saya, menghadapi klien dengan percaya diri, yakin, dan objektif, serta membantu menyusun rencana logis, meyakin-kan bahwa saya punya strategi dan alat yang tepat untuk membantu mereka,” kata Cass. “Penasihat keuangan harus melakukan hal yang sama bagi nasabah mereka. Penasihat keuangan bertugas meyakinkan dan menyusun semacam “rencana aksi” — seperti apa nanti saat pensiun, bagaimana melindungi kekayaan.”

Cass memperhatikan melonjaknya masalah kesehatan mental pada penasihat keuangan saat krisis keuangan global melanda di tahun 2008. Walau keadaan sudah lebih baik, tetap ada rasa takut dan waswas di antara para penasihat jika sudah berurusan dengan koreksi pasar. Studi FlexShares menyokong kebenaran pernyataan ini: Bahkan di kondisi ekonomi yang relatif stabil, kekhawatiran pasar adalah faktor penyebab stres terbanyak keempat bagi para penasihat keuangan.

Ho Yeol Jeong, anggota MDRT enam tahun dari Seoul, Korea Selatan, mendapati bahwa berhadapan dengan rasa waswas nasabah bisa jadi salah satu tantangan terberat seorang penasihat.

“Saya memberi konsultasi untuk nasabah dengan hati tulus, tapi ada kalanya saya dihantam penolakan keras atau sikap antipati, dan saya merasa kecewa,” katanya. “Saya juga kesal saat menerima komplain dari nasabah lama atau ketika kontrak dibatalkan tanpa pemberitahuan sebelumnya.”

“Insights Into Advisor Wellness” menemukan bahwa usia dan pengalaman sama-sama berperan dalam menurunnya tingkat stres bagi penasihat keuangan; penasihat keuangan yang berada di 10 tahun pertama kariernya melaporkan tingkat stres 20% lebih tinggi dari mereka yang sudah menggeluti profesi ini selama 20 tahun atau lebih. Suzanne Muusers, seorang coach profesional untuk penasihat keuangan, mengamati bahwa banyak dari kesulitan yang dihadapi penasihat keuangan memang terjadi di tahun-tahun awal.

“Lima tahun pertama, mereka hanya memprospek dan membangun bisnis melulu,” kata Muusers. “Mereka terpaku pada tambah lagi, lagi, dan lagi. Bagus memang, tapi kadang mereka lupa untuk menyeimbangkannya.”

“Sebagai insan profesional yang memberi nasihat kepada nasabah tentang cara membangun lingkungan yang stabil secara keuangan, kita sendiri harus stabil dan bermental sehat,” kata Jeong. “Kalau kita sendiri tertekan, bagaimana kita bisa mendengarkan nasabah dan menghibur mereka saat didera rasa cemas dan stres?

Beberapa teknik self-care

  • Prioritaskan kebutuhan keselamatan dan kesehatan pribadi.
  • Pelajari dan latih metode pernapasan terkendali.
  • Tidur cukup.
  • Kurangi asupan kafein hingga 300 mg atau kurang per hari.
  • Pelajari dan latih metode relaksasi untuk mengurangi berbagai simtom fisik akibat rasa tegang.
  • Rajin berolahraga.
  • Kenali dan tangkal kata-kata yang berlebihan dan pikiran-pikiran pesimistis.
  • Manfaatkan informasi yang didasarkan pada temuan riset tentang kecemasan di situs web atau buku self-help.

Komisi Kesehatan Mental Kanada

Sebagai mitra yang akan melayani nasabah untuk waktu yang lama, kita mesti mampu mengelola kesehatan mental kita.”

Walau ada beberapa teknik self-care universal (lihat halaman 26), perlu diingat bahwa satu jenis self-care saja tidak selamanya cocok bagi semua orang. Kuncinya adalah menemukan cara yang akan memalingkan pikiran Anda dari faktor penyebab stres dan memusatkan perhatian Anda pada diri sendiri. Bagi Meiping, bermain dengan dua anjingnya adalah “obat” yang berkhasiat. Jeong menggunakan waktu luangnya membaca karangan apik, menikmati lukisan dan musik. Brown menulis buku harian rasa syukur, mencatat hal-hal positif yang terjadi dalam sepekan, dan ini membantunya lebih bijak melihat keadaan. Bagi Hobbs, olahraga membantunya mengalihkan perhatian dari pekerjaan.

“Andalah prioritasnya. Pastikan Anda sehat dulu,” kata Muusers.

Pernapasan dan meditasi

Oleh banyak insan profesional kesehatan mental,
meditasi dianggap sebagai unsur penting self-care.
Suzanne Muusers merekomendasikan latihan meditasi
sederhana ini. Ambil 10 napas panjang, hirup dan hela
perlahan. Mungkin belum sampai tarikan ke-10,
rasa cemas akan mereda dan Anda lebih tenang.
Lebih suka solusi berupa aplikasi?
Hobbs merekomendasikan Calm, sementara
Brown memakai Breathe di Apple Watch-nya.

Penasihat juga menunjukkan pentingnya peran teman bicara ketika kita merasa kewalahan dengan tekanan pekerjaan, baik itu rekan kerja, mentor, anggota grup studi atau, ya, psikolog/psikiater.

Brown selalu menyediakan diri bagi penasihat lain yang ia tahu sedang kesulitan. Ia bahkan merujuk beberapa di antaranya ke Lifeline, lembaga nirlaba nasional di Australia yang menyediakan akses ke layanan dukungan masa krisis dan pencegahan tindakan bunuh diri.

“Saya rasa sudah jadi kewajiban bersama untuk membantu penasihat lain melewati masa-masa sulit,” katanya. “Gangguan kesehatan jiwa itu penyakit, sama seperti kanker, dan perlu dirawat, persis seperti kanker. Makin orang tahu bahwa ada pihak yang bisa membantu, makin baik.”

Hobbs berkata bahwa ia pernah menggunakan jasa psikolog dan menganjurkannya kepada penasihat lain yang mungkin tengah merasa kesulitan menghadapi tantangan mental pekerjaan mereka.

“Saya rasa stigmanya belum benar-benar hilang,” ujarnya. “Namun, saya yakin berbicara dengan orang yang lebih berjarak dari masalahnya dan dengan metode yang tepat untuk membantu menghadapi persoalan terkait kesehatan mental, bagaimana pun ceritanya, pastilah bermanfaat. Saya merasakannya sendiri.”

Cass, psikolog kita, berkata bahwa ada indikasi tertentu yang menandakan perawatan dari ahli jiwa profesional sebaiknya dicari, seperti suasana hati yang tidak stabil dan kebiasaan bolos kerja. “Kalau Anda berat bangkit dari ranjang tiap pagi dan merasa gelisah saat hendak membuka aplikasi surel, waktunya mencari strategi baru,” katanya. “Seringnya, saat mengalami kelelahan fisik berat atau terkena depresi ringan, Anda menjadi korban dari pikiran sendiri. Anda harus mencegat dan mengganti pikiran negatif itu.”

Dengan kata lain, pikiran adalah intinya.

“Semua berpangkal dari pikiran yang positif,” kata Brown. “Mendekatlah dengan orang-orang positif. Pasti ada jalan. Kalau butuh bantuan, ungkapkan. Jangan biarkan berlarut-larut.”

Sembari itu, jalan santailah di hari cerah, nikmati film bersama teman, atau cicipi hidangan lezat yang selama ini Anda idamkan. Karena bagi penasihat keuangan, self-care itu lebih dari sekadar tagar.

KONTAK

Jenny Brown jbrown@jbsfinancial.com.au

Dean Hobbs dean@willsandtrusts-uk.com

Ho Yeoh Jeong nopain1117@gmail.com

Cindy Huang Meiping cindyhuang@pruadviser.com.sg